Karena ini merupakan salah satu isu penting
dalam menjaga kelangsungan kehidupan bangsa, maka saya tidak sampai hati untuk
tidak menjawab panjang lebar keingintahuan Cak Mbess.
Mungkin saya satu2nya Industrial Economist di
Indonesia dan juga lulusan TF ITS yang tetap setiap menentang agenda
Population Control melalui Family Planning (KB) karena sudah banyak bukti kalau
ini merupakan mis-leading policy. Banyak sudah tulisan saya yang
membuktikan kesalahan mendasar policy ini dari kacamata ekonomi yang dimuat
di media masa lokal, terutama Jakarta Post, maupun internasional.
Dari sudut pandang kesehatan untuk para wanita yang
memakai kontrasepsi inipun sudah tidak kurang banyak penelitian yang
mengungkapkan mengenai bahaya jangka panjang pemakaian alat2 kontrasepsi.
Resiko2 kesehatan inilah yang tidak pernah diungkapkan oleh DepKes maupun BKKBN
dalam propaganda KB mereka, karena memang dibalik mereka adalah dukungan dana
yang luar biasa besarnya dari UNFPA (UN Family Planning Agency). Mungkin
kita semua akan kaget kalau ternyata kucuran dana dari UNFPA yang juga
mendapatkan dana dari para donor pembayar pajak besar yang kebanyakan adalah
International Pharmaceutical companies ini jauh lebih besar daripada budget yang
dialokasikan oleh pemerintah untuk pendidikan maupun infrastruktur pendidikan
bagi kaum miskin.
Para penasehat dan ahli BKKBN sering
mempropagandakan KB ini dengan bersembunyi dibalik slogan "pemberdayaan keluarga
atau para wanita" dengan informasi2 yang bias tentang kesehatan reproduksi
(reproductive health) itu sendiri. Tapi mengagetkan sekali kalau baru2 ini
mereka semua diam membisu dengan adanya peringatan dari FDA (Food and Drugs
Authority) di US yang menemukan dalam penelitiannya selama bertahun2 akan adanya
potensi resiko yang semakin meningkat terjadinya "blood cloths" (penggumpalan
darah) yang disebabkan karena konsumsi pill KB dalam jangka waktu yang
lama.
Saya quote: "The pills in question contain the
progestin drospirenone, and have in recent years been marketed by Bayer
Pharmaceuticals to young women under such trade names as Yaz, Beyaz, Yasmin, and
Safyral. Following publication in the British Medical Journal of
two studies in early 2011 that indicated these birth control pills brought their
users a two to three times greater risk for venous thromboembolism (blood
clots), the FDA announced on May 31, 2011 that it would undergo an investigation
into their safety. (http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHumanMedicalProducts/ucm257337.htm?source=govdelivery)
Blood cloths ini bisa sangat mematikan bagi ibu2
yang mengkonsumsi pill KB dalam jangka waktu yang lama. Namun pernahkah
BPOM mengumumkan mengenai penemuan2 ini? Tidak akan pernah saya
pikir. Tragisnya, para ibu yang mengkonsumsi pil KB ini kebanyakan adalah
dari kaum miskin yang sama sekali tidak tahu mengenai bahaya pill KB ini, karena
mereka hanya percaya pada buaian pemerintah bahwa "untuk bisa hidup sejahtera 2
anak cukup atau lebih baik", bahwa sepiring nasi itu akan lebih baik dimakan
oleh 2 orang daripada oleh 4, 5, atau 6 orang. Masuk akal memang... and
this is what I call the utilitarian and consumeristic way of thinking about
happiness or wealth.
Baru2 ini Lancet Medical Journal juga merelease
sebuah penemuan riset yang pernah dipresentasikan dalam Konferensi AIDS di
Roma pada bulan Juli. Di dalam riset ini ditemukan adanya korelasi yang
kuat antara penyebaran virus HIV dengan kontrasepsi hormonal melalui suntik,
terutama di kawasan Afrika.
Saya quote: "Early this month The Lancet
medical journal published a study that should have stopped birth control
missionaries in Africa dead in their tracks. An international research team
reported finding a strong link between HIV transmission and the use of hormonal
contraceptives, particularly injectable hormones such as Depo-Provera, which may
double the risk both of acquiring and passing on the AIDS virus." (http://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099%2811%2970247-X/fulltext#bib28)
Menyedihkan sekali media masa di Inodonesia lebih
banyak memuat propaganda2 KB daripada memberitakan penemuan2 ilmiah mengenai
bahaya kontrasepsi.
Di Indonesia, Papua adalah lahan yang subur bagi
perusahaan farmasi penghasil alat2 kontrasepsi untuk memasarkan produk2nya
dengan alasan untuk menanggulangi HIV. ATM kondom terpasang dimana2, Ibu2
Papua disuntik dengan hormon KB. Namun sayangnya tingkat infeksi HIV masih
tertinggi di Papua, lalu pemerintah menyalahkan budaya seks dari orang2 Papua
sebagai penyebab tingginya angka HIV atau AIDS ini. Kasihan sekali ibu2
Papua yang miskin yang serba disalahkan dan dijadikan kelinci percobaan bagi
perusahaan2 farmasi dan BKKBN. Kalau sepertiga saja dari penduduk
Indonesia memakai alat kontrasepsi, bayangkan betapa besar dan
menariknya pasar ini bagi perusahaan2 farmasi kelas dunia
tersebut.
It is always easier to kill unborn babies than
to build schools or buy good books for children, or to teach parents about
responsible parenting, or to create more employment opportunities. Kalau
kamu pingin kaya, lebih baik istrimu tidak hamil lagi atau bunuh saja anak
didalam kandungannya daripada kamu nanti susah payah banting tulang bekerja
sebagai orang tua. This is what I call an "indomie instant" mentality to
richness.
Dan memang lebih mudah memberikan kondom dan pil
kepada orang2 Papua daripada mengajari mereka untuk bisa lebih bekerja produktif
atau mengajari mereka tentang moralitas kehidupan seks didalam keluarga.
When you give condoms to young people, it is like you are saying "you can have
sex now, because it is safe eventhough you are not married yet." Is this
what we call sex education for the youth???
Saya bekerja hampir lima tahun di Bank Dunia dan
juga di UK Department for International Development (DFID) di Bangkok dan
Jakarta. Jadi saya tahu persis agenda apa di balik internasional policy
dalam mempromosikan KB di negara2 berpenduduk besar dan berkembang.
Bangkok dengan Patpong-nya adalah surga bagi kontrasepsi dimana condom mesin
bisa kita temukan di setiap toilet umum. Tapi lihatlah hasilnya, Thailand
is a country with the highest rate of HIV infection despite the popular use
of condom.
Henry Kisinger dalam dokumen rahasia US yang sudah
dibuka saat ini mengatakan bahwa kalau negara2 maju seperti US tidak mengontrol
populasi penduduk negara2 miskin di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya,
salah satunya Indonesia, maka negara2 maju suatu saat tidak akan kebagian sumber
daya alam ini yang bisa diekploitasi bagi kemakmuran rakyat negara2 maju.
So, are we convinced now on what happened in Freeport today? Seandainya
populasi Indonesia tidak bisa dikendalikan, maka rakyat Indonesia itu sendiri
nantinya yang akan mengeksploitasi emas dan tembaga di Irian....than US will be
left with nothing to profit from. This is the dark side of capitalism
(without a human face).
Kita tidak akan bisa membangun ekonomi kita
dengan kebijaksanaan2 pemerintah yang tidak manusiawi dan menentang kodrat
kehidupan keluarga untuk menghasilkan keturunan sebanyak yang dianugerahkan oleh
Tuhan. Artikel saya yang menjelaskan mengenai prinsip ini bisa diunduh di:
http://www.thejakartapost.com/news/2010/05/17/new-economic-architecture-with-a-human-face.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar