Selamat Datang

Selamat datang di blog ini, yang dimaksudkan untuk menyimpan bacaan2 menarik sehingga dapat terdokumentasi dengan baik dan dapat diakses dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Semoga bermanfaat....

Jumat, 14 Oktober 2011

Sholat Jumat


Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS:62:Al-Jumu’ah:9)



Sebagaimana diketahui bahwa salat Jumat adalah ibadah salat yang dikerjakan di hari Jumat, dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah kotbah. Para Ulama Fiqih berpendapat bahwa salat Jumat hukumya wajib ‘ain bagi laki-laki / pria dewasa, beragama Islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu.
Adapun hikmah dilaksanakan salat Jumat adalah sebagai simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan saf yang rapat dan rapi serta untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.

Begitu pentingnya salat Jumat dalam Islam, sampai-sampai Allah SWT mencantumkan dalam Alquran tentang ke”khusus”an salat Jumat dalam satu surat khusus dengan nama yang sama, yaitu Surat Al-Jumu’ah (Jum’at). Dan Rasulullah SAW sendiri menyatakan hari Jumat disebut sebagai penghulu hari (sayyidul ayyam) atau hari baik dimana hari  itu mempunyai berbagai keutamaan dalam Islam, sehingga dianjurkan kepada kita agar pada setiap hari Jumat amal kebaikan ditingkatkan karena dijanjikan pahala yang lebih besar. 
Hal ini disampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: ”Sebaik-baik hari yang terbit matahari padanya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat Allah menciptakan Adam. Pada hari Jumat  Adam. dimasukkan kedalam surga, dan pada hari Jumat pula Adam dikeluarkan dari surga, dan tidak akan terjadi hari Kiamat melainkan pada hari Jumat.”(H.R. Muslim).

Dahulu, ketika pada masa Rasulullah SAW dan masa sahabat, betapa salat Jumat itu begitu penting dan ber”gengsi”. Betapa tidak, salat Jumat merupakan Syiar Islam “mingguan” terpenting dalam rangka memperlihatkan persatuan, persamaan, persaudaraan sekaligus kekuatan umat Islam. Sehingga pelaksanaan salat Jumat tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh para sahabat  karena dianggap penting. Hal ini tergambar pada Hadits Rasulullah SAW: ”Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat seperti mandi jinabat, kemudian dia pergi ke masjid pada saat pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta dan siapa yang berangkat pada saat kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor sapi, dan siapa yang pergi pada saat ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang mempunyai tanduk, dan siapa yang berangkat pada saat keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam, dan siapa yang berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia berkurban dengan sebutir telur, dan apabila imam telah datang, maka malaikat ikut hadir mendengarkan khutbah.” (Muttafaq ‘alaih).

Jika kita mau merenungkan ayat dari Alquran surat Al-Jumu’ah di atas, ada “kata kunci” yang menarik kita renungkan, dimana Allah SWT “memerintahkan” sekaligus dua hal yang berbeda, pertama : Allah SWT memerintahkan untuk bersegera menunaikan salat (Jumat), kedua : Allah SWT memerintahkan untuk meninggalkan jual beli, bahkan di akhir ayat tersebut Allah SWT menyatakan bahwa: Yang demikian itu (menunaikan salat Jumat) lebih baik bagimu (daripada melakukan jual beli) jika kamu mengetahui.

Dari pemaparan dua keterangan diatas (Ayat Alquran dan Hadits Rasulullah SAW), seharusnya jelas bagi kita bahwa ada sesuatu “hikmah” yang terkandung dari pelaksanaan salat Jumat, dan tentu saja hal sangat dipahami oleh para Sahabat r.a. Pertanyaan bagi umat Islam sekarang, apakah kita pun bersikap demikian terhadap kewajiban salat Jumat? Tulisan ini sekadar ingin menggambarkan fenomena salat Jumat yang dilaksanakan selama ini sebagai “otokritik” bagi Umat Islam di akhir zaman ini.
 
Tidak dipungkiri lagi, bahwa pelaksanaan salat Jumat bagi umat Islam adalah suatu kewajiban agama yang dilakukan bagi laki-laki, sehingga dengan kondisi apapun mereka berduyun-duyun mendatangi masjid-masjid untuk menunaikan kewajiban tersebut. Namun, fakta menunjukkan bahwa ternyata salat Jum’at yang dilaksanakan tersebut benar-benar sebagai suatu “kewajiban” an sich, kosong dari “ruh”. Betapa tidak, ternyata masih banyak anggapan dari umat Islam yang berpendapat toch sudah melaksanakan, maka “gugur”lah kewajiban itu. Tidak sedikit jamaah salat Jum’at yang mendatangi masjid-masjid “hanya” sekadar “menggugurkan” kewajiban. 

Hal ini terbukti, banyak jamaah yang datang ke masjid justru tidak “bersegera” seperti perintah Allah SWT di dalam ayat tersebut di atas. Mereka sepertinya enggan “berkurban” untuk datang lebih awal dan menempati saf awal (pertama), bahkan sebaliknya justru tempat-tempat ”strategis” agar mereka bisa lebih “nyaman” duduk bahkan tidur. Sehingga keutamaan salat Jumaat dengan khutbah yang didengarnya “nyaris” hilang begitu saja. Juga, masih jarang para jamaah yang akan menghadiri salat Jum’at mempraktekan “sunah-sunah” salat Jumat, seperti : mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan salat Jumat, memakai pakaian yang baik dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku, memakai pengaharum / pewangi, menyegerakan datang ke tempat salat jumat serta memperbanyak doa dan salawat nabi. Semua itu “nyaris” dilupakan oleh umat Islam akhir zaman ini. Semua hal tersebut dipandang dari sisi jamaah.
Tetapi yang patut kita kritisi juga adalah dari sisi Khotib (penceramah). Rasulullah SAW bersabda: Dan Ammar bin Yasir, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya panjangnya salat seseorang dan pendeknya kotbah itu menunjukan kepandaiannya, karena itu panjangkanlah salat dan pendekkanlah kotbah. [HR Ahmad dan Muslim]. Juga hadits yang lain, dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Adalah salatnya Rasulullah itu sedang dan kotbahnya pun sedang. [HR Jama’ah kecuali Bukhari dan Abu Dawud]. Juga, dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata : Adalah rasulullah biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbah. [HR Nasa’i]

Jadi berdasarkan sunnah ini, seharusnya setipa Khotib Jumat adalah menyederhanakan kotbahnya dan memanjangkan salatnya. Namun jarang sekali kita lihat di masjid-masjid yang sesuai sunnah ini, yang ada kotbah yang membuat jamaah ngantuk, dengan nada suara yang lemah. Padahal yang dilakukan Rasululah ketika kotbah ”adalah Rasulullah apabila khutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang, berapi-api, seolah-olah memberi komando tentara dengan kata-katanya: siapa siagalah di waktu pagi dan petang” HR Muslim dan Ibnu Majah dari Jabir.

Kotbah adalah bahan renungan untuk perbaikan hamba kepada hamba.; Sementara nasihat yang panjang lebar menjadi tidak berguna bila hubungan antara kita dan Allah tidak harmonis. Akhirnya, materi kotbah hanya sekadar “nasihat-nasihat” yang membosankan dan cenderung normatif, sehingga pantas jamaah “tertidur”. Kotbah Jumat yang disampaikan hendaknya dapat membangkitkan kesadaran jamaah atau umat Islam tentang permasalahan kehidupan yang dialaminya. 

Tetapi apa yang terjadi dengan kotbah-kotbah yang disampaikan oleh para khotib? Fakta nya, kotbah yang disampaikan justru malah “menidurkan” jamaah. Betapa tidak, setiap salat Jumat, jamaah hanya “dicekoki” hal-hal yang bersifat “melangit” tetapi tidak “membumi”. Yang disampaikan sekadar sebagai “kepuasan spiritual”, dalam kotbah sering disampaikan masalah surga-neraka, masalah iman-kafir, pahala-dosa, dan lainnya yang secara normatif para jamaah pasti sudah ”paham”. Akan tetapi sangat jarang disampaikan kotbah-kotbah yang bersifat ideologis tentang bagaimana Islam dapat memeberikan solusi bagi setiap permasalahan kehidupan.

Sangat jarang para Khotib yang menyampaikan materi kotbah yang berkaitan dengan permasalahan ekonomi, politik, pendidikan dan kejadian di dunia Islam. Padahal forum salat Jumat adalah sarana yang sangat tepat untuk menyampaikan kepada jamaah umat Islam tentang permasalahan yang melanda umat Islam, baik di level individu, masayarakat maupun negara dan bagaimana Islam memberikan solusinya. 

Sungguh sangat disayangkan jika “forum mingguan” umat Islam tersebut hanya digunakan untuk menyampaikan “nasihat-nasihat” agama yang tidak menyentuh persoalan umat. Padahal umat “haus” dengan solusi. Kotbah Jumat seharusnya digunakan oleh para Khotib untuk membangkitkan pemikiran dan perasaan jamaah tentang Islam, sehingga umat sadar bahwa hanya hidup dengan Islam-lah, kehidupan ini akan berkah dan mendapatkan ridho Allah SWT. Tetapi sayang, sepertinya khutbah Jumat di ”akhir zaman” ini kurang menyentuh hal-hal tersebut. Sehingga benarlah bahwa fenomena salat Jumat di akhir zaman ini, hanya sekadar “menggugurkan” kewajiban, tidak lebih dari itu. Wallohu a’lam bish-showaab. ***

Ir.H.Donny Irawan
Pengurus Persatuan Muballigh Batam  (PMB)
Batam Pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar